Kasus Pelanggaran
Etika Bisnis
PT Ajinomoto Indonesia merupakan perusahaan yang memproduksi bumbu masak merek
“Ajinomoto”. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Jepang dimana Ajinomoto
pusat merupakan salah satu dari 36 perusahaan makanan dan minuman terbesar di
dunia. Monosodium glutamat (MSG) Ajinomoto pertama kali dipasarkan di Jepang
pada 1909, yang ditemukan dan dipatenkan oleh Kikunae Ikeda. Menurut Ikeda, MSG
adalah penyumbang rasa Umami untuk makanan yang penting bagi asupan nutrisi.
Pendapatnya ini telah dibuktikan lewat berbagai penelitian yang berkredibilitas
baik dan diakui oleh badan-badan kesehatan dunia. Produk-produk PT Ajinomoto
sudah tersebar di seluruh Indonesia. Dan untuk mempermudah proses distribusi,
Grup Ajinomoto Indonesia yang berpusat di Jakarta kini memiliki kantor
Distribution Center sebagai pusat pendistribusian ke kantor-kantor cabang
penjualan, depo-depo, dan distributor yang tersebar di seluruh Indonesia.
Liputan6.com,
Jakarta: Awan mendung
menggayuti langkah PT Ajinomoto Indonesia, awal tahun ini. Dengan berat hati,
manajemen penyedap rasa itu harus menarik puluhan ribu ton produknya yang
telanjur beredar di pasaran. Tindakan ini harus ditempuh karena Majelis Ulama
Indonesia telah menjatuhkan vonis: ada lemak babi pada bumbu masak cap mangkok
merah itu. Bukan tuduhan yang ringan, tentunya.
Kejadian naas ini bermula ketika MUI secara resmi mengeluarkan fatwa agar masyarakat tak mengkonsumsi produk Ajinomoto terhitung tanggal 13 Oktober hingga 24 November 2000. Seruan tersebut jelas mengagetkan. Sebab, di saat Mandra dan Paramitha Rusady mengajak masyarakat untuk menggunakan Ajinomoto, pemerintah malah menginstruksikan agar manajemen segara menarik semua bumbu masak keluaran Ajinomoto.
Akhirnya, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) pun memerintahkan PT Ajinomoto Indonesia menarik seluruh produk MSG (monosodium glutamat/vetsin) yang beredar di Indonesia dalam waktu tiga pekan, terhitung 3 Januari 2001. Menurut Dirjen POM Sampurno, keputusan memerintahkan penarikan produk MSG Ajinomoto itu diambil setelah ia bertemu dengan perwakilan Departemen Agama, wakil MUI, dan Lembaga Penelitian (LP) POM-MUI.
Genderang ini kontan disambut pedagang di beberapa daerah. Berdasarkan informasi yang diperoleh Dirjen POM dari Direksi PT Ajinomoto, produksi Oktober-November MSG Ajinomoto mencapai 10 ribu ton. Dari jumlah itu, 7.000 ton untuk diekspor, sedangkan sisanya sebagian masih berada di gudang-gudang dan sebagian lainnya beredar di masyarakat.
Di Nusatenggara Barat, sedikitnya ada 3,5 ton bumbu penyedap MSG merek Ajinomoto yang ditarik dari pasaran. Untungnya, penarikan ini disertai pemberian ganti rugi kepada para pedagang dan pengecer, sehingga tak terlalu menimbulkan masalah. Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan NTB Bustinir mengatakan, penarikan bumbu penyedap Ajinomoto tersebut dibatasi hingga tiga pekan, karena itu para pengecer yang masih memiliki stok bumbu masak itu hendaknya segera menyerahkan kepada petugas.
Penarikan Ajinomoto ternyata tak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga terjadi di Singapura yang mengimpornya dari Indonesia. Ajinomoto Singapura terpaksa menarik bumbu masak kemasan satu kilogram dari pertokoan di negeri itu, sebagai langkah kepedulian terhadap warga muslim Singapura. Sebelumnya Badan Agama Islam Singapura (MUIS) telah menganjurkan para konsumen muslim untuk berhati-hati dalam memilih bumbu masak. MUIS juga mengajak masyarakat untuk memeriksa supermarket-supermarket guna memastikan bahwa produk yang tidak halal itu sudah tak ada lagi di pasaran.
Sedangkan di Tanah Air, penarikan Ajinomoto terus berlanjut. Di Jawa Timur, polisi terpaksa menyita produk Ajinomoto yang masih beredar untuk dijadikan barang bukti. Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Sutanto menyerukan seluruh agen Ajinomoto agar menyerahkan bumbu masak ini secara sukarela. Ia juga berjanji untuk membicarakan persoalan ganti rugi antara agen dengan perusahaan. Hingga saat ini, menurut Kepala Bidang Perdagangan Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jatim Agus Hariadi, penarikan Ajinomoto tak mengganggu perekonomian di daerah tersebut. Namun, berita Ajinomoto memang sempat meresahkan masyarakat.
Peredaran bumbu masak berlabel halal itu jelas meresahkan. Maklumlah, penduduk negeri ini mayoritas memang muslim. Itu sebabnya, Ketua Komisi E DPRD Aceh Ibrahim sangat menyesalkan atas tindakan perusahaan penyedap rasa Ajinomoto yang sengaja mencampurkan nutrisi berunsur lemak babi ke dalam bumbu tersebut. Saat ini, kata Ibrahim, bumbu masak Ajinomoto masih beredar, dijual, dan dikonsumsi masyarakat desa di Aceh. Pasalnya, mereka belum tahu bila bumbu penyedap masakan itu mengandung lemak babi.
Derita PT Ajinomoto Indonesia kian panjang setelah sejumlah pedagang nasi, soto, dan bakso di Bandung, Jawa Barat, memasang pengumuman di warung-warung tempat mereka jualan. Dalam pengumuman tersebut, para pedagang menyatakan bahwa dagangan mereka tak menggunakan bumbu masak Ajinomoto. Itu sengaja dilakukan Ny Aam, pedagang soto Madura di Cibereum, karena ia merasa capek menjawab pertanyaan pelanggan yang mau makan di warungnya. " Hampir setiap orang yang mau makan tanya, pakai Ajinomoto atau tidak? Ya, saya jawab saja tidak. Buktinya, saya memang sudah tidak pakai. Tetapi, kalau terus-terusan tiap orang mau makan tanya begitu, saya jadi kesal juga," tutur Ny Aam, memberi alasan.
Kendati pemerintah telah mengintruksikan untuk menarik Ajinomoto, penyedap rasa itu ternyata masih ada di beberapa pasar. Di pasar tradisional Perumahan Nasional Tamalete dan Kompleks Pemukiman Bumi Permata Hijau, Makassar, Sulawesi Selatan, produk tersebut masih marak beredar. Menurut para pedagang, masih banyak kaum ibu yang mencari bumbu penyedap Ajinomoto karena mereka sudah biasa menggunakan produk tersebut. Namun, ada juga sebagian warga yang tak mengetahui bahwa produk tersebut dinyatakan haram. Tak perlu heran bila pamasaran produk Ajinomoto di Sulsel mencapai 30 persen dari produksi nasional.
Pemandangan serupa juga terlihat di beberapa toko di Pasar Mampang Barat, Jakarta Selatan. Menurut Ny. Harno, seorang pedagang di pasar tersebut, produk Ajinomoto ternyata masih banyak peminatnya, khususnya dari kalangan nonmuslim. Itu sebabnya, omzet penjualan bumbu masak itu tak turun secara drastis. Meski begitu, manajemen Ajinomoto berjanji untuk menarik semua produknya dari peredaran. Jumlah yang beredar di pasaran, diperkirakan mencapai 10 ribu ton, termasuk Masako dan Sajiku yang tidak bermasalah.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk permintaan maaf dari manajemen Ajinomoto kantor pusat di Jepang. Di negeri matahari terbit, kasus Ajinomoto Indonesia sempat menggoyang saham Ajinomoto. Tersiar kabar, peristiwa lemak babi ini sempat menurunkan saham Ajinomoto 30 poin. Padahal, perusahaan tersebut termasuk dalam 36 perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia dengan pendapatan US$ 5 miliar.
Ketua Gabungan Asosiasi Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Thomas Dharmawan khawatir keadaan itu akan membawa buruk bagi nasib karyawan Ajinomoto di Indonesia. Ia berharap agar manajemen tak menutup dan menghentikan produksinya di Indonesia, meski pabrik Ajinomoto di berbagai daerah telah disegel polisi.
Wajar bila Thomas begitu khwatir. Sebab, menurut Dirjen Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan Deperindag Gatot Ibnusantosa, Ajinomoto adalah penghasil MSG (vetsin) terbesar dari delapan industri vetsin besar di Indonesia yang menghasilkan 270 ribu ton per tahun. Setiap tahun Ajinomoto Indonesia memproduksi sekitar 36 ribu ton MSG. Gatot menambahkan, untuk menyelamatkan produksi yang telah ditarik dari pasaran itu, sebaiknya produk Ajinomoto diekspor ke negara nonmuslim dan tidak dipasarkan secara diam-diam di Indonesia.(ULF)
Kejadian naas ini bermula ketika MUI secara resmi mengeluarkan fatwa agar masyarakat tak mengkonsumsi produk Ajinomoto terhitung tanggal 13 Oktober hingga 24 November 2000. Seruan tersebut jelas mengagetkan. Sebab, di saat Mandra dan Paramitha Rusady mengajak masyarakat untuk menggunakan Ajinomoto, pemerintah malah menginstruksikan agar manajemen segara menarik semua bumbu masak keluaran Ajinomoto.
Akhirnya, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) pun memerintahkan PT Ajinomoto Indonesia menarik seluruh produk MSG (monosodium glutamat/vetsin) yang beredar di Indonesia dalam waktu tiga pekan, terhitung 3 Januari 2001. Menurut Dirjen POM Sampurno, keputusan memerintahkan penarikan produk MSG Ajinomoto itu diambil setelah ia bertemu dengan perwakilan Departemen Agama, wakil MUI, dan Lembaga Penelitian (LP) POM-MUI.
Genderang ini kontan disambut pedagang di beberapa daerah. Berdasarkan informasi yang diperoleh Dirjen POM dari Direksi PT Ajinomoto, produksi Oktober-November MSG Ajinomoto mencapai 10 ribu ton. Dari jumlah itu, 7.000 ton untuk diekspor, sedangkan sisanya sebagian masih berada di gudang-gudang dan sebagian lainnya beredar di masyarakat.
Di Nusatenggara Barat, sedikitnya ada 3,5 ton bumbu penyedap MSG merek Ajinomoto yang ditarik dari pasaran. Untungnya, penarikan ini disertai pemberian ganti rugi kepada para pedagang dan pengecer, sehingga tak terlalu menimbulkan masalah. Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan NTB Bustinir mengatakan, penarikan bumbu penyedap Ajinomoto tersebut dibatasi hingga tiga pekan, karena itu para pengecer yang masih memiliki stok bumbu masak itu hendaknya segera menyerahkan kepada petugas.
Penarikan Ajinomoto ternyata tak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga terjadi di Singapura yang mengimpornya dari Indonesia. Ajinomoto Singapura terpaksa menarik bumbu masak kemasan satu kilogram dari pertokoan di negeri itu, sebagai langkah kepedulian terhadap warga muslim Singapura. Sebelumnya Badan Agama Islam Singapura (MUIS) telah menganjurkan para konsumen muslim untuk berhati-hati dalam memilih bumbu masak. MUIS juga mengajak masyarakat untuk memeriksa supermarket-supermarket guna memastikan bahwa produk yang tidak halal itu sudah tak ada lagi di pasaran.
Sedangkan di Tanah Air, penarikan Ajinomoto terus berlanjut. Di Jawa Timur, polisi terpaksa menyita produk Ajinomoto yang masih beredar untuk dijadikan barang bukti. Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Sutanto menyerukan seluruh agen Ajinomoto agar menyerahkan bumbu masak ini secara sukarela. Ia juga berjanji untuk membicarakan persoalan ganti rugi antara agen dengan perusahaan. Hingga saat ini, menurut Kepala Bidang Perdagangan Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jatim Agus Hariadi, penarikan Ajinomoto tak mengganggu perekonomian di daerah tersebut. Namun, berita Ajinomoto memang sempat meresahkan masyarakat.
Peredaran bumbu masak berlabel halal itu jelas meresahkan. Maklumlah, penduduk negeri ini mayoritas memang muslim. Itu sebabnya, Ketua Komisi E DPRD Aceh Ibrahim sangat menyesalkan atas tindakan perusahaan penyedap rasa Ajinomoto yang sengaja mencampurkan nutrisi berunsur lemak babi ke dalam bumbu tersebut. Saat ini, kata Ibrahim, bumbu masak Ajinomoto masih beredar, dijual, dan dikonsumsi masyarakat desa di Aceh. Pasalnya, mereka belum tahu bila bumbu penyedap masakan itu mengandung lemak babi.
Derita PT Ajinomoto Indonesia kian panjang setelah sejumlah pedagang nasi, soto, dan bakso di Bandung, Jawa Barat, memasang pengumuman di warung-warung tempat mereka jualan. Dalam pengumuman tersebut, para pedagang menyatakan bahwa dagangan mereka tak menggunakan bumbu masak Ajinomoto. Itu sengaja dilakukan Ny Aam, pedagang soto Madura di Cibereum, karena ia merasa capek menjawab pertanyaan pelanggan yang mau makan di warungnya. " Hampir setiap orang yang mau makan tanya, pakai Ajinomoto atau tidak? Ya, saya jawab saja tidak. Buktinya, saya memang sudah tidak pakai. Tetapi, kalau terus-terusan tiap orang mau makan tanya begitu, saya jadi kesal juga," tutur Ny Aam, memberi alasan.
Kendati pemerintah telah mengintruksikan untuk menarik Ajinomoto, penyedap rasa itu ternyata masih ada di beberapa pasar. Di pasar tradisional Perumahan Nasional Tamalete dan Kompleks Pemukiman Bumi Permata Hijau, Makassar, Sulawesi Selatan, produk tersebut masih marak beredar. Menurut para pedagang, masih banyak kaum ibu yang mencari bumbu penyedap Ajinomoto karena mereka sudah biasa menggunakan produk tersebut. Namun, ada juga sebagian warga yang tak mengetahui bahwa produk tersebut dinyatakan haram. Tak perlu heran bila pamasaran produk Ajinomoto di Sulsel mencapai 30 persen dari produksi nasional.
Pemandangan serupa juga terlihat di beberapa toko di Pasar Mampang Barat, Jakarta Selatan. Menurut Ny. Harno, seorang pedagang di pasar tersebut, produk Ajinomoto ternyata masih banyak peminatnya, khususnya dari kalangan nonmuslim. Itu sebabnya, omzet penjualan bumbu masak itu tak turun secara drastis. Meski begitu, manajemen Ajinomoto berjanji untuk menarik semua produknya dari peredaran. Jumlah yang beredar di pasaran, diperkirakan mencapai 10 ribu ton, termasuk Masako dan Sajiku yang tidak bermasalah.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk permintaan maaf dari manajemen Ajinomoto kantor pusat di Jepang. Di negeri matahari terbit, kasus Ajinomoto Indonesia sempat menggoyang saham Ajinomoto. Tersiar kabar, peristiwa lemak babi ini sempat menurunkan saham Ajinomoto 30 poin. Padahal, perusahaan tersebut termasuk dalam 36 perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia dengan pendapatan US$ 5 miliar.
Ketua Gabungan Asosiasi Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Thomas Dharmawan khawatir keadaan itu akan membawa buruk bagi nasib karyawan Ajinomoto di Indonesia. Ia berharap agar manajemen tak menutup dan menghentikan produksinya di Indonesia, meski pabrik Ajinomoto di berbagai daerah telah disegel polisi.
Wajar bila Thomas begitu khwatir. Sebab, menurut Dirjen Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan Deperindag Gatot Ibnusantosa, Ajinomoto adalah penghasil MSG (vetsin) terbesar dari delapan industri vetsin besar di Indonesia yang menghasilkan 270 ribu ton per tahun. Setiap tahun Ajinomoto Indonesia memproduksi sekitar 36 ribu ton MSG. Gatot menambahkan, untuk menyelamatkan produksi yang telah ditarik dari pasaran itu, sebaiknya produk Ajinomoto diekspor ke negara nonmuslim dan tidak dipasarkan secara diam-diam di Indonesia.(ULF)
Tanggapan
Berdasarkan berita diatas dapat disimpulkan bahwa
beberapa PT. Ajinomoto telah melanggar etika bisnis. Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis,
yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma
dan perilaku karyawan. Dalam hal
ini perusahaan telah melanggar teori-teori etika seperti teori deontologi dan
teologi. Pada
teori deontologi, perusahaan telah melakukan pelanggaran menggunakan
bahan yang tidak seharusnya digunakan dalam senuah produk yang bersertifikat
halal, perusahaan juga melanggar tidak memenuhi pemeriksaan yang harusnya
dilakukan dan perusahaan melakukan pelanggaran dalam keterbukaan bahan-bahan
yang ada dalam produk serta halal atau tidak bahan yang terkandung dalam produk
tersebut . Sedangkan pada teori teologi, perusahaan telah mengabaikan hak konsumen
untuk dapat mengetahui komponen yang terdapat dalam produk tersebut dengan
kualitas terjamin seperti kehalalan suatu bahan. Perusahaan tidak memikirkan
lebih jauh dampak yang disebabkan bahan yang tidak halal untuk para konsumen
yang mengaut agama Islam. Perusahaan hanya memikirkan keuntungan yang akan
dicapai.
Dalam hal ini perusahaan telah melanggar prinsip otonomi tidak
mengikuti pemeriksaan ke MUI secara rutin. Dan juga telah melanggar prinsip kejujuran,
karena mereka telah melakukan ketidakterbukaan terhadap bahan-bahan yang
digunakan dalam bumbu penyedap tesebut . Lalu, perusahaan juga telah melanggar prinsip integritas
moral, karena berbagai macam cara diupayakan agar nama baik
perusahaan tetap terjaga dan membuat konsumen terus mempercayai perusahaan
tersebut. Selain itu perusahaan telah melanggar prinsip saling menguntungkan,
karena perusahaan menempuh segala cara agar memperoleh keuntungan untuk semua
pihak. Akan tetapi pada kenyataannya hanya keuntungan perusahaanlah yang
memperoleh keuntungan.
Saran
Bagi setiap perusahaan yang menjalankana suatu usaha atau bisnis
diharapkan menerapkan suatu etika dalam perusahaannya Karena untuk membentuk
suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
mempunyai. kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan
suatu landasan yang kokoh. Dalam kasus
ini seharusnya perusahaan tidak menggunakan bahan yang seharusnya tidak
digunakan dalam sebuah produk yang bersertifikat halal, lalu perusahaan
sebaiknya lebih terbuka terhadap komponen yang digunakan dalam memproduksi
sebuah produk, dan perusahaan harus tetap melakukan pemeriksaan kepada MUI
secara rutin untuk tetap menjaga kepercayaan konsumen.
Sumber
http://news.liputan6.com/read/6058/ramai-ramai-menarik-ajinomoto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar